Di dunia bisnis, kontrak adalah “tali pengikat” antara dua pihak atau lebih. Semua orang bisa saja sepakat secara lisan, tapi dalam praktik, kontrak tertulis jauh lebih aman. Pertanyaannya, kapan sebuah kontrak dianggap sah menurut hukum Indonesia?
Bayangkan begini: kamu dan temanmu sepakat membuka usaha kopi. Kamu menanggung modal, dia yang mengelola. Kalau hanya sebatas jabat tangan, masih bisa rawan terjadi salah paham. Tapi kalau dituangkan dalam kontrak tertulis, keduanya jadi jelas: siapa berbuat apa, siapa dapat apa, dan bagaimana jika ada masalah.
Syarat Sahnya Kontrak Menurut KUHPerdata
Hukum Indonesia mengatur soal kontrak di Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Ada empat syarat sah perjanjian yang wajib dipenuhi:
- Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Para pihak harus benar-benar setuju tanpa ada paksaan, penipuan, atau kekhilafan. - Kecakapan untuk membuat perikatan
Pihak yang menandatangani kontrak harus cakap secara hukum, misalnya sudah berusia 21 tahun atau sudah menikah, serta tidak berada di bawah pengampuan. - Suatu hal tertentu
Objek yang diperjanjikan harus jelas, misalnya uang, barang, atau jasa tertentu. - Sebab yang halal
Isi kontrak tidak boleh bertentangan dengan hukum, kesusilaan, atau ketertiban umum. Misalnya, kontrak untuk menjual narkoba jelas tidak sah.
Kalau keempat syarat ini terpenuhi, barulah kontrak tersebut sah dan mengikat secara hukum.
Kenapa Kontrak Tertulis Penting?
Dalam praktik bisnis, kontrak tertulis lebih dari sekadar “dokumen formal”. Kontrak menjadi pegangan jika suatu saat terjadi sengketa. Misalnya:
- Kalau ada keterlambatan pembayaran, bisa langsung lihat pasal mengenai denda.
- Kalau ada pelanggaran kesepakatan, bisa jadi dasar menggugat.
Bahkan di pengadilan, kontrak tertulis adalah alat bukti otentik yang paling kuat untuk membuktikan adanya perjanjian.
Hal-hal yang Sering Terlewat dalam Kontrak
Banyak pebisnis yang menandatangani kontrak begitu saja tanpa membaca detailnya. Padahal, ada beberapa hal yang sering jadi sumber masalah:
- Klausul penyelesaian sengketa: apakah lewat pengadilan atau arbitrase;
- Pembatalan kontrak: kapan kontrak bisa dihentikan sepihak;
- Kewajiban tersembunyi: misalnya biaya tambahan atau penalti yang besar.
Maka dari itu, membaca kontrak dengan teliti atau bahkan berkonsultasi dengan lawyer bisa jadi langkah bijak sebelum tanda tangan.
Kesimpulan
Kontrak yang sah menurut hukum Indonesia tidak hanya soal ada tanda tangan dan materai. Ia harus memenuhi syarat sah menurut KUHPerdata dan dibuat dengan hati-hati. Dengan kontrak yang jelas, bisnis bisa berjalan lancar tanpa saling curiga.
Referensi
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Pasal 1320;
- Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa (1995);
- Artikel Hukum Online: “Syarat Sah Perjanjian Menurut KUHPerdata” (2021);
- Justika: “Mengapa Kontrak Tertulis Lebih Kuat dari Perjanjian Lisan?” (2022).