Beberapa minggu terakhir, Indonesia diguncang gelombang demonstrasi yang tak kunjung reda. Apa yang awalnya hanya suara protes, kini berubah menjadi kericuhan, anarkisme, hingga penjarahan. Rakyat marah, aparat tertekan, elite politik kalang kabut, dan bangsa ini seolah sedang ditarik ke dalam arus besar yang belum jelas muaranya.
Asal Usul Aksi: Dari DPR ke Jalanan
Semua bermula dari kebijakan kenaikan pajak yang dirasa makin menyesakkan rakyat, sementara pejabat dan wakil rakyat semakin songong. Di tengah beban hidup yang semakin berat, ucapan sebagian anggota DPR bukannya menghadirkan empati, melainkan justru menyinggung perasaan publik. Komentar yang terkesan meremehkan penderitaan rakyat menjadi percikan api.
Gelombang demonstrasi pun meledak. Ribuan orang turun ke jalan, bukan hanya di Jakarta, tapi juga di berbagai daerah. Rakyat ingin suaranya didengar, ingin perwakilannya di Senayan lebih berpihak, bukan sekadar duduk di kursi empuk.
Tragedi Affan Kurniawan: Simbol Luka Rakyat
Kericuhan pecah. Aparat yang berjaga mulai bertindak keras, bentrok tak terhindarkan. Di tengah suasana panas itu, seorang pengemudi ojek online bernama Affan Kurniawan menjadi korban. Ia meninggal dunia setelah terjatuh dan tertabrak kendaraan taktis. Kabar ini menyebar cepat, menimbulkan gelombang kesedihan sekaligus kemarahan. Rakyat melihat ironi: uang pajak yang seharusnya dipakai menyejahterakan, justru dipakai untuk membeli kendaraan yang kini merenggut nyawa rakyat kecil.
Affan pun menjelma simbol bahwa di balik angka dan kebijakan, ada manusia yang jadi korban.
Titik Balik: Dari Pemakaman ke Kekacauan
Pemakaman Affan menjadi titik balik. Aksi protes berlanjut, tapi suasana makin tak terkendali. Api kemarahan berubah menjadi api yang sesungguhnya. Di Makassar, Surabaya, dan beberapa daerah lain, gedung DPRD dibakar, bahkan ada polres yang ikut dijarah massa. Di Jakarta, rumah sejumlah pejabat dan tokoh publik jadi sasaran amukan:
-
Rumah Ahmad Sahroni dijarah, koleksi mobil mewahnya rusak, barang branded hilang.
-
Rumah Eko Patrio dibobol, perabot dan barang elektronik digondol massa.
-
Rumah Uya Kuya ikut dirambah, bahkan benda-benda remeh seperti sapu dan hewan peliharaan pun jadi korban.
Jelas, ini bukan lagi unjuk rasa murni. Ada penyusup, ada provokator. Gerakan rakyat sejati yang ingin menyuarakan keadilan tercoreng oleh oknum yang mengubah protes menjadi penjarahan.
Peta Politik: Siapa Untung, Siapa Rugi?
Kekacauan ini tak bisa dilepaskan dari dinamika politik. Bagi rakyat kecil, jelas merekalah yang paling dirugikan kehilangan rasa aman, kehilangan harta benda, bahkan kehilangan nyawa.
Bagi pemerintah, tragedi ini bisa melemahkan legitimasi. Presiden Prabowo kini digempur dengan kritik: dianggap gagal menjaga stabilitas. Sebagian pihak bahkan menyebarkan wacana “Prabowo lengser, Gibran naik” sebuah skenario yang di luar dugaan, karena sebelumnya justru Gibran yang banyak disorot untuk dilengserkan. Meskipun pemilu kemarin saya memilih Anies Baswedan, akan tetapi melihat kondisi saat ini, pelan-pelan kita bisa melihat momentum ini bisa dijadikan senjata untuk menggoyang pemerintahan Presiden Prabowo.
Sementara oposisi dan kelompok elite tertentu juga bisa memanfaatkan momentum ini. Kekacauan dijadikan senjata politik untuk bargaining, seolah rakyat hanya pion dalam permainan besar.
Penutup : Demokrasi di Persimpangan Jalan
Gelombang demonstrasi adalah bagian dari demokrasi. Tetapi ketika berubah menjadi kekacauan, demokrasi itu sendiri yang terancam. Aspirasi rakyat yang sejati bisa hilang, tenggelam oleh asap pembakaran dan suara kaca pecah.
Tragedi Affan Kurniawan mengingatkan kita bahwa demokrasi bukan sekadar angka di atas kertas, tapi nyawa, luka, dan harapan rakyat kecil. Kini, pertanyaannya: apakah kita akan membiarkan demokrasi diseret arus kekacauan, atau menjadikannya momentum untuk memperbaiki arah bangsa?
Referensi:
-
CNN Indonesia. “Rumah Ahmad Syahroni Dijarah Saat Demo.” (2025).
-
Detik News. “Penjarahan Rumah Uya Kuya: Polisi Buru Pelaku.” (2025).
-
Tempo. “Eko Patrio Jadi Korban Penjarahan Saat Demo Ricuh.” (2025).
-
Kompas. “Demonstrasi dan Kekerasan: Belajar dari Sejarah Politik Indonesia.” (2025).
-
BBC Indonesia. “Demokrasi Jalanan dan Tantangan Masa Depan Politik RI.” (2025).