Home / Hukum Pidana / ABOLISI TOM LEMBONG & AMNESTI HASTO : Antara Keadilan, Politik, dan Hukum Pidana Modern

ABOLISI TOM LEMBONG & AMNESTI HASTO : Antara Keadilan, Politik, dan Hukum Pidana Modern

[Penulis Oleh: Sirajuddin, S.H., M.H., C.L.A.]

Presiden Prabowo Subianto mengawali masa pemerintahannya dengan langkah hukum yang menarik sekaligus kontroversial: memberikan abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto. Keputusan ini disetujui DPR pada 31 Juli 2025 dan menjadi bahan diskusi hangat di ruang publik, terutama soal signifikansi, legitimasi, dan dampaknya bagi sistem hukum pidana Indonesia.

Apa Itu Abolisi dan Amnesti?

Secara hukum, dua istilah ini memang mirip namun memiliki konsekuensi berbeda:

  • Abolisi adalah penghapusan proses pidana terhadap seseorang yang sedang dalam pemeriksaan atau belum berkekuatan hukum tetap. Dalam konteks ini, Tom Lembong dibebaskan dari tuntutan hukum yang masih bergulir.

  • Amnesti adalah pengampunan atas pidana yang telah dijatuhkan kepada seseorang. Meski vonis tetap ada, pelaksanaan hukumannya ditiadakan, dan status sipil serta politiknya dipulihkan. Inilah yang diberikan kepada Hasto Kristiyanto.

Dasar hukum keduanya diatur dalam Pasal 14 UUD 1945, yang menyatakan Presiden dapat memberikan grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi dengan pertimbangan Mahkamah Agung dan persetujuan DPR.

Mengapa Mereka Diberikan Pengampunan?

Meski belum ada pernyataan resmi menyeluruh dari Presiden, sumber-sumber menyebutkan beberapa alasan:

  • Tom Lembong dianggap terjerat dalam kriminalisasi kebijakan ekonomi saat menjabat Menteri Perdagangan, yang seharusnya lebih pantas dinilai sebagai perdebatan kebijakan, bukan pidana korupsi.

  • Hasto Kristiyanto, sebagai Sekjen partai besar (PDIP), diduga terkait kasus obstruction of justice. Pemberian amnesti dinilai sebagai upaya rekonsiliasi politik di tengah dinamika paska Pemilu 2024 yang panas.

Kontroversi dan Catatan Kritis

Pakar hukum dan politik memberikan beragam pandangan:

  1. Pro: Langkah ini dilihat sebagai upaya membangun rekonsiliasi nasional dan menjadikan hukum sebagai instrumen keadilan restoratif. Ini sejalan dengan semangat pasal 1 ayat (3) UUD 1945: “Negara Indonesia adalah negara hukum”.

  2. Kontra: Banyak yang menilai pemberian abolisi dan amnesti justru merusak kredibilitas hukum. Dikhawatirkan terjadi normalisasi intervensi kekuasaan eksekutif terhadap independensi proses hukum.

Sejumlah pihak menyuarakan bahwa langkah ini bisa menjadi preseden buruk bila tidak diikuti dengan standar transparansi dan pertimbangan hukum yang ketat.

Arah Baru Politik-Hukum di Era Prabowo?

Langkah Presiden Prabowo bisa dibaca sebagai sinyal politik: membuka lembaran baru yang lebih inklusif, namun sekaligus menunjukkan kontrol politik atas hukum pidana. Ini mengingatkan publik pada era-era sebelumnya, ketika clemency menjadi alat negosiasi politik nasional.

Yang perlu dijaga adalah: jangan sampai pengampunan hukum menjadi praktik impunitas terselubung, apalagi bila tanpa akuntabilitas publik yang jelas.

Penutup: Momentum Refleksi dan Reformasi

Pemberian amnesti dan abolisi ini seharusnya tidak dipandang semata sebagai “pengampunan elite”, tetapi sebagai momentum refleksi: bahwa hukum pidana seharusnya tidak digunakan sebagai alat politik, namun tetap berdiri tegak sebagai instrumen keadilan substantif.

Langkah Presiden adalah hak konstitusional. Namun publik berhak mengawasi, bertanya: Apakah pengampunan ini benar-benar untuk kepentingan bangsa? Ataukah sekadar barter kekuasaan?

Referensi:

  1. Pasal 14 UUD 1945
  2. Tirto.id, “Mahfud: Akan Ada Perdebatan Amnesti Hasto dan Abolisi Tom Lembong”, 1 Agustus 2025

  3. Hukumonline.com, “Presiden Putihkan Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto”, 1 Agustus 2025

  4. Reuters.com & Bloomberg.com, “Prabowo Grants Clemency to Political Opponents”, 1 Agustus 2025

Post Terkait

[Penulis: Sirajuddin, S.H., M.H., C.L.A.]

AKSI, TRAGEDI, & PETA KEKUASAAN: “Arus Demonstrasi yang Menyeret Bangsa”

Beberapa minggu terakhir, Indonesia diguncang gelombang demonstrasi yang tak kunjung reda. Apa yang awalnya hanya…

Sirajuddin, S.H., M.H., C.L.A. (Advokat & Tokoh Pemuda)

HUT KEMERDEKAAN RI KE-80: “Refleksi Kebangsaan, Tantangan, dan Harapan Indonesia di Masa Depan”

Pendahuluan: Menyambut 80 Tahun Kemerdekaan Delapan puluh tahun lalu, para pendiri bangsa dengan penuh keberanian…

ROYALTI MUSIK: Wajib Bayar atau Sekadar Pilihan?

[Penulis : Sirajuddin, S.H., M.H., C.L.A.] Beberapa pekan terakhir, media sosial dan pemberitaan ramai membahas…